Friday, August 10, 2012

Suatu Hari Nanti

(google images 2012)
Dulu, kita punya mimpi.
Bahkan sampai detik ini pun kita masih bermimpi.
Kelak, kita akan saling berbagi cerita tentang banyak hal yang telah kita lewati. Tentang masa depan yang kita bangun, tentang anak-anak yang berlari di  halaman, tentang lelaki yang selalu menunggu kopi buatan kita di setiap pagi.

Kita pernah berencana.
Suatu hari nanti, kita akan bertemu di puncak gunung itu. Lalu membangun sebuah tenda sembari mendekatkan telapak tangan di dekat api unggun. Di sela-sela itu, kita akan berbagi banyak hal dan semua filosofi tentang kehidupan. Walau kita bukan sarjana teologi atau keturunan Scorates, tapi aku yakin, alam telah banyak mengajari kita.

Atau mungkin, kita akan pergi ke pantai. Menerbangkan layang-layang bersama. Dan disana, kita akan berlomba-lomba untuk menerbangkan layang-layang itu. Anakmu akan riang menatap langit. Dan aku, akan sibuk menghalau si kecil untuk tidak bermain ombak. Tapi sepertinya, untuk yang satu ini, aku harus pertimbangkan lebih dahulu.  Karena masa lalu, telah membuatku membenci pantai dan semua yang berhubungan dengannya.

Suatu hari nanti, kita akan sibuk memasak bersama. Sedangkan para lelaki kita, asyik membanggakan tim kesayangan. Kita hanya tertawa mendengar teriakan gol dari dapur.

Nanti, aku akan merangkai kata. Menuliskan syair yang kelewat puitis. Dan kau, akan merangkai nada. Menyihir bait-bait yang ku tulis menjadi sebuah instrument yang mengalun syahdu. Anak-anak kita akan bernyanyi, berdansa sambil memeluk ayah mereka.

Suatu ketika kelak, kita akan menjadi diri masing-masing.  Dan menjadi yang terbaik untuk hidup masing-masing. Aku akan menjadi seperti apa yang selalu aku ceritakan dulu padamu. Dan kau pun juga demikian.
Aku akan meletakkan lenganku di pundak mu dan berkata “ ini, mimpi yang sering kita bicarakan dulu.”
Waktu memang memberikan kesempatan yang terlalu singkat untuk kita berdua.

Kecewakah kau?
Aku? sedikit.

Tapi, aku terlalu bersyukur atas semua mimpi di sela rintihan yang dulu sering kita bagi.  Walau terkadang, ada kisah tentang dendam masa lalu yang menjadi selingannya. Dimensi memang tak pernah bisa membohongi jejak langkah yang dulu.

Suatu ketika nanti.
Kita akan duduk bersama. Kau,aku, anak-anak dan para lelaki kita. Melakukan semua yang kita inginkan seperti tak pernah ada yang namanya kesedihan dalam hidup.

Kau tertawa, aku tertawa, anak-anak dan ayah mereka pun tertawa. Kita semua bahagia. Kita semua tersenyum selamanya.

Satu tahun lalu, kita saling menitipkan kisah dan cerita tentang impian yang harus menjadi nyata

6 comments:

  1. yah... sangat mimpi kita,,,
    walau mimpi buruk jga impian..
    belajar hilangkan dendam yang nanti malah menyulitkanmu meraih mimpi,,,
    semoga mimpi ni kan menjadi kenyataan,, Amiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. justru dendam itu saya gunakan sebagai bahan bakar untuk meraih impian mbak :)

      Delete
  2. suatu hari nanti,saat aku melihatmu, aku tersenyum dan berkata dalam hati, "Seharusnya, dulu aku tidak menyerah dan pergi begitu saja dari kamu."

    ReplyDelete
    Replies
    1. tanpa menunggu suatu hari nanti, aku tertawa dan berkata sekeras-kerasnya, "masalah buat gue."

      Delete
  3. :) suatu hari nanti, masihkah kalian akan menjalankan bisnis yang telah direncanakan??hehe

    ReplyDelete
  4. hemmm. kmu ternyata romantis deh. hahaha

    ReplyDelete