(google images 2012) |
Dulu, kita punya mimpi.
Bahkan sampai detik ini pun kita
masih bermimpi.
Kelak, kita akan saling berbagi
cerita tentang banyak hal yang telah kita lewati. Tentang masa depan yang kita
bangun, tentang anak-anak yang berlari di
halaman, tentang lelaki yang selalu menunggu kopi buatan kita di setiap
pagi.
Kita pernah berencana.
Suatu hari nanti, kita akan
bertemu di puncak gunung itu. Lalu membangun sebuah tenda sembari mendekatkan
telapak tangan di dekat api unggun. Di sela-sela itu, kita akan berbagi banyak
hal dan semua filosofi tentang kehidupan. Walau kita bukan sarjana teologi atau
keturunan Scorates, tapi aku yakin, alam telah banyak mengajari kita.
Atau mungkin, kita akan pergi ke
pantai. Menerbangkan layang-layang bersama. Dan disana, kita akan
berlomba-lomba untuk menerbangkan layang-layang itu. Anakmu akan riang menatap
langit. Dan aku, akan sibuk menghalau si kecil untuk tidak bermain ombak. Tapi
sepertinya, untuk yang satu ini, aku harus pertimbangkan lebih dahulu. Karena masa lalu, telah membuatku membenci
pantai dan semua yang berhubungan dengannya.
Suatu hari nanti, kita akan sibuk
memasak bersama. Sedangkan para lelaki kita, asyik membanggakan tim kesayangan.
Kita hanya tertawa mendengar teriakan gol dari dapur.
Nanti, aku akan merangkai kata.
Menuliskan syair yang kelewat puitis. Dan kau, akan merangkai nada. Menyihir
bait-bait yang ku tulis menjadi sebuah instrument yang mengalun syahdu.
Anak-anak kita akan bernyanyi, berdansa sambil memeluk ayah mereka.
Suatu ketika kelak, kita akan menjadi diri masing-masing. Dan menjadi yang terbaik untuk hidup masing-masing. Aku akan menjadi seperti apa yang selalu aku ceritakan dulu padamu. Dan kau pun juga demikian.
Aku akan meletakkan lenganku di pundak mu dan
berkata “ ini, mimpi yang sering kita bicarakan dulu.”
Waktu memang memberikan
kesempatan yang terlalu singkat untuk kita berdua.
Kecewakah kau?
Aku? sedikit.
Tapi, aku terlalu bersyukur atas
semua mimpi di sela rintihan yang dulu sering kita bagi. Walau terkadang, ada kisah tentang dendam
masa lalu yang menjadi selingannya. Dimensi memang tak pernah bisa membohongi jejak
langkah yang dulu.
Suatu ketika nanti.
Kita akan duduk bersama. Kau,aku,
anak-anak dan para lelaki kita. Melakukan semua yang kita inginkan seperti tak
pernah ada yang namanya kesedihan dalam hidup.
Kau tertawa, aku tertawa,
anak-anak dan ayah mereka pun tertawa. Kita semua bahagia. Kita semua tersenyum
selamanya.
Satu tahun lalu, kita saling menitipkan kisah dan cerita tentang impian
yang harus menjadi nyata
yah... sangat mimpi kita,,,
ReplyDeletewalau mimpi buruk jga impian..
belajar hilangkan dendam yang nanti malah menyulitkanmu meraih mimpi,,,
semoga mimpi ni kan menjadi kenyataan,, Amiin
justru dendam itu saya gunakan sebagai bahan bakar untuk meraih impian mbak :)
Deletesuatu hari nanti,saat aku melihatmu, aku tersenyum dan berkata dalam hati, "Seharusnya, dulu aku tidak menyerah dan pergi begitu saja dari kamu."
ReplyDeletetanpa menunggu suatu hari nanti, aku tertawa dan berkata sekeras-kerasnya, "masalah buat gue."
Delete:) suatu hari nanti, masihkah kalian akan menjalankan bisnis yang telah direncanakan??hehe
ReplyDeletehemmm. kmu ternyata romantis deh. hahaha
ReplyDelete