Apa
kau percaya bahwa setiap manusia menyembunyikan anjing dalam tubuhnya?
Katanya,
ada anjing dalam tubuh mereka. Aku tak tahu di bagian mana anjing itu bersembunyi.
Aku sendiri tak dapat membedakan mana anjing dan mana pemiliknya. Sepertinya,
anjing-anjing itu telah menjadi nadi dalam jiwa.
Lihatlah!
Setiap hari semakin banyak anjing yang berkeliaran di kotaku. Berita-berita di
koran pagi pun hanya berisi tentang anjing-anjing yang kabur dari dalam tubuh
manusia. Pagi ini saja, headline
surat kabar telah dihiasi oleh anjing yang menerkam seorang gadis remaja. Gadis
itu mati tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Juga ada luka yang membusuk di antara
kedua pahanya.
Keesokan harinya, lagi-lagi surat
kabar berisi tentang anjing. Kau pasti tak menyangka. Kali ini korbannya
seorang nenek yang usianya tujuah puluhan. Tubuhnya tergeletak di tempat sampah
dengan kondisi sama seperti gadis yang terpampang di headline koran kemarin.
Sungguh terlalu!
Cerita-cerita
di kotaku hanya berisi anjing. Anehnya lagi, anjing-anjing itu suka sekali memangsa
wanita. Anjing yang memangsa gadis remaja. Anjing yang menerkam nenek-nenek.
Anjing yang memangsa ibu-ibu.
Jangan-jangan,
seluruh lelaki di kotaku ini adalah anjing?
Ih, ini sungguh mengerikan!
Oh iya, aku ingat! Ibu pernah
berpesan padaku sebelum ia mati__tentu saja ibu mati karena anjing.
Begini pesan ibu , ”Nak, hati-hati! Jagalah dirimu agar tak termakan anjing.
Anjing itu bisa datang kapan saja dan dari mana saja.”
Awalnya aku tak percaya dengan pesan
ibuku. Tapi aku tak bisa memungkiri kehadiran anjing-anjing itu. Anjing-anjing
itu nyata. Benar-benar ada. Dan aku sendiri yang melihatnya.
Aku yakin, kau juga tak percaya
dengan kisah anjing-anjing itu, kan?
Lima
tahun lalu, ayahku mati karena anjing dalam tubuhnya meloncat keluar dan
memangsa Marni__pembantu yang sudah lima tahun bekerja di rumahku.
Saat itu rumah sepi. Ibu dan adik perempuanku mengunjungi nenekku yang sedang
sakit parah. Sedang aku, baru saja kembali dari sekolah.
Ayah
tak menyadari kehadiranku. Tiba-tiba saja mata ayah membentuk lingkaran yang
sempurna saat melihat Marni dengan roknya yang tersikap sedang mengepel ruang
tamu. Juga ada kilatan merah saga di mata ayah saat itu. Lalu aku melihat
seekor anjing melompat keluar dari tubuh ayah dan memangsa Marni. Tak lama
setelah kejadian itu, ayah mati. Lehernya terjerat oleh tali penyesalan dalam
bui.
Ah,
apa masih pantas lelaki itu kusebut ‘Ayah’ ?
Sejak
saat itulah kepercayaanku akan anjing-anjing itu datang. Aku takut anjing itu
menerkam diriku sendiri. Hidupku benar-benar tak tenang. Anjing selalu
mengancam hari-hariku.
Apa
kau masih tak percaya dengan cerita ajing-anjing itu?
Baiklah!
Aku
tak bisa memaksamu untuk mempercayai semua ceritaku. Kepercayaan memang tak
bisa dipaksakan. Tapi apa yang aku ceritakan ini nyata. Dan benar-benar terjadi
dikotaku. Apa di kotamu tak pernah ada anjing yang berkeliaran mencari mangsa?
Atau ... dirimu lah yang tak pernah merasakan kehadiran anjing itu?
Jika kemarin kau datang ke kotaku,
jantungmu pasti meledak tak karuan. Telingamu juga akan memerah karena tangis
tak berujung dari para ibu. Ibu mana yang tak terkikis hatinya saat melihat
seorang balita mati tercabik-cabik, sekalipun itu bukan anaknya sendiri.
Kau
tahu apa yang menyebabkan balita itu bernasib malang? Balita itu seorang
perempuan. Dan tentu saja seekor anjing yang mencabik-cabik putih dalam
jiwanya. Parahnya lagi, anjing itu keluar dari tubuh sang ahli ibadah di
kampungku. Maka jangan salahkan kami jika cara beribadah telah kami lupakan.
Wanita.
Lelaki. Anjing.
Ah!
Kenapa kedatangan anjing itu selalu membawa petaka? Apakah wanita tak memiliki
anjing dalam tubuhnya?
Sungguh
Aneh!
Aku yakin, baik lelaki maupun wanita pasti
sama-sama menyembunyikan anjing dalam tubuhnya. Lantas mengapa wanita selalu
kalah melawan anjing-anjing itu?
Sungguh
aku takut. Takut kalau anjing dalam tubuh Mas Pras__suamiku__keluar
dari persembunyiannya dan memangsa wanita-wanta di luar sana. Atau mungkin
memangsa saudara-saudara perempuanku. Sungguh aku terlalu cemas
memikirkannya.
Pernah
aku berpikir untuk menembak anjing dalam tubuh Mas Pras. Bukankah itu berarti
aku harus menembak suamiku juga ?
Tidak!
Itu tidak mungkin. Aku belum siap menjadi janda dan hidup hanya mengandalkan warisan.
Aku juga tak ingin kehilangan lelaki yang mampu membuatku menikmati makan malam
ala kerajaan. Aku masih ingin aroma bvlgary
menyelimuti tubuhku. Juga label prada
yang menjadi busanaku.
***
Semakin
hari anjing dalam tubuh Mas Pras semakin membuatku cemas. Bagaimana tidak? Suamiku
tak pernah pulang ke rumah tepat waktu. Bahkan tak pulang-pulang. Tiap kali kutanya,
jawabannya selalu sama : Maaf, tadi ada meeting
penting.
“Suamimu
itu nggak mungkin macam-macam. Dia orangnya pendiam, kok. Dia juga alim,” kata
sahabatku yang juga sahabat suamiku, saat aku menumpahkan kekhawatiran akan
anjing dalam tubuh suamiku.
Memang
benar kata sahabatku itu. Mas Pras memang pendiam. Dia juga pernah merasakan
hidup di pesantren. Tapi ... bukankah anjing__tak peduli milik siapapun
itu__ jika lapar tetap saja menggonggong dan memangsa sesuatu.
Jika
dipikir-pikir lagi, Mas Pras juga selalu memberiku berbagai hadiah saat ia pergi
berhari-hari meninggalkan rumah. Kadang suamiku itu memberi berlian, mutiara,
emas atau luvitong dan prada keluaran terbaru. Bukankah itu
berarti dia selalu mengingatku saat berpergian? Apalagi yang harus aku
khawatirkan?
“Tapi ini sudah minggu ketiga Mas Pras tak
pulang ke rumah,” ucapku penuh khawatir.
“Apa
kamu sudah menghubunginya?” tanya sahabatku menanggapi curhatanku.
Aku
mendesah napas panjang sembari menjawab tanya darinya, “Sudah berkali-kali.
Tapi tak pernah dijawabnya. Sekalipun dijawab, itu pun hanya pesan singkat
kalau dia sedang meeting penting.”
“Suamimu
itu memang pekerja keras. Dia kerja berhari-hari hingga tak pulang-pulang pun
juga demi dirimu, kan? Percayalah padanya! Pasti nanti dia akan pulang dengan
milyaran uang, persis seperti keinginanmu, ” ucap sahabatku sembari memandangi
tangan kanannya yang terselip berlian di jari manisnya.
Sahabatku
itu ada benarnya juga. Kalau suamiku di rumah terus, bukankah itu berarti dia nganggur. Kalau dia ngganggur berarti kere.
Dan kalau dia kere...berarti tak ada
jalan-jalan ke luar negeri, tak ada makan malam ala kerajaan, tak ada pakaian
merek ternama dan mobil mewah.
Hih!
Membayangkannya saja aku sudah merinding. Aku tak sanggup hidup seperti itu.
“Sudahlah!
Jangan bepikir yang tidak-tidak. Suamimu itu orang baik,” Sahabatku menambahkan
kalimatnya. Tapi kali ini bukan seperti petuah yang meredam kekhawatiranku, lebih
seperti jengah mendengar ceritaku.
Aku
percaya suamiku memang orang baik. Tapi anjing tetaplah anjing. Jika lapar, ya
tetap saja harus makan. Jika tak ada makanan, maka si pemilik lah yang akan
menjadi mangsa.
***
Senja
itu, dalam perjalanan pulang dari restoran, sahabat yang biasa mendengar
kekhawatiran akan anjing dalam tubuh suamiku itu berada satu mobil denganku.
“Suamimu
belum pulang?” aku hanya mengeleng sebagai jawaban atas pertanyaannya.
“Kamu
tahu dia meeting dimana dan tidur di
mana malam ini”? lagi-lagi aku hanya
menggeleng untuk menjawab pertanyaan sahabatku itu.
“Kamu
merindukannya?”
“Sangat,”
jawabku singkat
“Apa
kamu ingin bertemu dengannya?”
“Aku
benar-benar ingin bertemu dengannya. Jujur saja, sebagai wanita yang sudah
dewasa aku juga butuh teman saat malam. Ranjangku rasanya terlalu luas untuk
kutiduri sendiri. Aku yakin, kau juga merasakan apa yang aku rasakan, kan?
Apalagi selama dia pergi, tanpa sepeser pun dia mengisi rekeningku. Aku, kan,
juga butuh uang untuk kehidupan.” Ucapku.
“Sebenarnya
kamu merindukan suamimu atau uang darinya, sih?
Aku
diam tak menjawab pertanyaanya. Lantas dia kembali berkata, “Aku tahu di mana
dia?”
“Oh,ya?”
aku tersentak mendengar ucapannya.
“Jika kamu ingin bertemu suamimu, datanglah ke
rumahku malam ini!”
Aku
tak mengerti apa maksud sahabatku itu. Mungkin, dia sedang ingin bercanda
denganku. Atau... Ah, tidak mungkin, kan, suamiku ada di rumahnya dan tidur
berhari-hari di sana tanpa mengabariku? Tapi segala kemungkinan bisa terjadi.
Apalagi setelah sahabatku itu menceritakan gaya tidur suamiku yang suka
memiringkan badan ke kanan sembari mengelus-ngelus rambut sahabatku itu. Iya.
Aku tahu persis bagaimana gaya tidur suamiku itu. Biasanya, rambutku lah yang
dielus-elusnya tiap kali dia akan tidur.
***
Pada sebuah malam berhias purnama, di
sebuah rumah dengan taman yang luas, Aku menemukan banyak anjing disana. Lalu ada
sepasang kekasih sedang bercinta. Sesaat setelah itu, sang lelaki yang telah
menjelma anjing, memberikan sekotak perhiasan bertabur berlian untuk sang
wanita.
Mata sang wanita membentuk merah
saga sempurna saat menerima berlian-berlian itu. Juga nafas yang tersengal-sengal
penuh kepuasan. Persis seperti anjing yang baru saja menelan mangsanya.
Mataku
pun jalang menatap sepasang kekasih itu. Lapar yang menyengat menguasai jiwaku.
Aku kalap. Hilang kendali. Wanita mana yang tak tersengat ubun-ubunnya saat
melihat lelakinya berbagi cinta dan harta untuk wanita lain. Seharusnya, aku
lah yang mendapat sekotak perhiasan bertabur berlian itu. Seharunsya, aku lah
yang mendapat kecupan mesra juga pelukan hangat itu.
Tiba-tiba
saja, seekor anjing melompat dari
tubuhku dan mencabik-cabik leher mereka. Darah membanjiri seisi ruangan. Aku
puas. Aku senang. Dua anjing yang sedang kekeyangan itu kalah melawan anjing
yang kalap karena kelaparan.
Aku
benar-benar puas dan senang. Semenjak saat itu, aku tak perlu lagi
mengkhawatirkan anjing dalam tubuh suamiku. Dan kau tahu apa yang membuatku
lebih bahagia? Tentu saja karena aku telah menemukan anjing dalam tubuh wanita.
Ternyata anjing dalam tubuh wanita bisa juga mengamuk dan memangsa sesama
anjing.
Hahahah.
Baiklah!
Rupanya, aku harus mencari lelaki lain yang bisa memberiku kehangatan dan harta
yang lebih melimpah agar anjing-anjing dalam tubuhku tak lagi kelaparan.[]
*Cerpen ini menjadi pemenang kedua dalam lomba menulis cerpen nasional oleh IAIN Walisongo Semarang 2014
No comments:
Post a Comment