Sunday, April 16, 2017

Lelaki dan Wanita yang Menyembunyikan Anjing



Apa kau percaya bahwa setiap manusia menyembunyikan anjing dalam tubuhnya?
Katanya, ada anjing dalam tubuh mereka. Aku tak tahu di bagian mana anjing itu bersembunyi. Aku sendiri tak dapat membedakan mana anjing dan mana pemiliknya. Sepertinya, anjing-anjing itu telah menjadi nadi dalam jiwa.
Lihatlah! Setiap hari semakin banyak anjing yang berkeliaran di kotaku. Berita-berita di koran pagi pun hanya berisi tentang anjing-anjing yang kabur dari dalam tubuh manusia. Pagi ini saja, headline surat kabar telah dihiasi oleh anjing yang menerkam seorang gadis remaja. Gadis itu mati tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Juga ada luka yang membusuk di antara kedua pahanya.
            Keesokan harinya, lagi-lagi surat kabar berisi tentang anjing. Kau pasti tak menyangka. Kali ini korbannya seorang nenek yang usianya tujuah puluhan. Tubuhnya tergeletak di tempat sampah dengan kondisi sama seperti gadis yang terpampang di headline koran kemarin.
            Sungguh terlalu!
Cerita-cerita di kotaku hanya berisi anjing. Anehnya lagi, anjing-anjing itu suka sekali memangsa wanita. Anjing yang memangsa gadis remaja. Anjing yang menerkam nenek-nenek. Anjing yang memangsa ibu-ibu.
Jangan-jangan, seluruh lelaki di kotaku ini adalah anjing?
            Ih, ini sungguh mengerikan!
            Oh iya, aku ingat! Ibu pernah berpesan padaku sebelum ia mati__tentu saja ibu mati karena anjing. Begini pesan ibu , ”Nak, hati-hati! Jagalah dirimu agar tak termakan anjing. Anjing itu bisa datang kapan saja dan dari mana saja.”
            Awalnya aku tak percaya dengan pesan ibuku. Tapi aku tak bisa memungkiri kehadiran anjing-anjing itu. Anjing-anjing itu nyata. Benar-benar ada. Dan aku sendiri yang melihatnya.
            Aku yakin, kau juga tak percaya dengan kisah anjing-anjing itu, kan?
Lima tahun lalu, ayahku mati karena anjing dalam tubuhnya meloncat keluar dan memangsa Marni__pembantu yang sudah lima tahun bekerja di rumahku. Saat itu rumah sepi. Ibu dan adik perempuanku mengunjungi nenekku yang sedang sakit parah. Sedang aku, baru saja kembali dari sekolah.
Ayah tak menyadari kehadiranku. Tiba-tiba saja mata ayah membentuk lingkaran yang sempurna saat melihat Marni dengan roknya yang tersikap sedang mengepel ruang tamu. Juga ada kilatan merah saga di mata ayah saat itu. Lalu aku melihat seekor anjing melompat keluar dari tubuh ayah dan memangsa Marni. Tak lama setelah kejadian itu, ayah mati. Lehernya terjerat oleh tali penyesalan dalam bui.
Ah, apa masih pantas lelaki itu kusebut ‘Ayah’ ?
Sejak saat itulah kepercayaanku akan anjing-anjing itu datang. Aku takut anjing itu menerkam diriku sendiri. Hidupku benar-benar tak tenang. Anjing selalu mengancam hari-hariku.
Apa kau masih tak percaya dengan cerita ajing-anjing itu?
Baiklah!
Aku tak bisa memaksamu untuk mempercayai semua ceritaku. Kepercayaan memang tak bisa dipaksakan. Tapi apa yang aku ceritakan ini nyata. Dan benar-benar terjadi dikotaku. Apa di kotamu tak pernah ada anjing yang berkeliaran mencari mangsa? Atau ... dirimu lah yang tak pernah merasakan kehadiran anjing itu?
            Jika kemarin kau datang ke kotaku, jantungmu pasti meledak tak karuan. Telingamu juga akan memerah karena tangis tak berujung dari para ibu. Ibu mana yang tak terkikis hatinya saat melihat seorang balita mati tercabik-cabik, sekalipun itu bukan anaknya sendiri.
Kau tahu apa yang menyebabkan balita itu bernasib malang? Balita itu seorang perempuan. Dan tentu saja seekor anjing yang mencabik-cabik putih dalam jiwanya. Parahnya lagi, anjing itu keluar dari tubuh sang ahli ibadah di kampungku. Maka jangan salahkan kami jika cara beribadah telah kami lupakan.

Wanita. Lelaki. Anjing.
Ah! Kenapa kedatangan anjing itu selalu membawa petaka? Apakah wanita tak memiliki anjing dalam tubuhnya?
Sungguh Aneh!
 Aku yakin, baik lelaki maupun wanita pasti sama-sama menyembunyikan anjing dalam tubuhnya. Lantas mengapa wanita selalu kalah melawan anjing-anjing itu?
Sungguh aku takut. Takut kalau anjing dalam tubuh Mas Pras__suamiku__keluar dari persembunyiannya dan memangsa wanita-wanta di luar sana. Atau mungkin memangsa saudara-saudara perempuanku. Sungguh aku terlalu cemas memikirkannya. 
Pernah aku berpikir untuk menembak anjing dalam tubuh Mas Pras. Bukankah itu berarti aku harus menembak suamiku juga ?
Tidak! Itu tidak mungkin. Aku belum siap menjadi janda dan hidup hanya mengandalkan warisan. Aku juga tak ingin kehilangan lelaki yang mampu membuatku menikmati makan malam ala kerajaan. Aku masih ingin aroma bvlgary menyelimuti tubuhku. Juga label prada yang menjadi busanaku.
***
Semakin hari anjing dalam tubuh Mas Pras semakin membuatku cemas. Bagaimana tidak? Suamiku tak pernah pulang ke rumah tepat waktu. Bahkan tak pulang-pulang. Tiap kali kutanya, jawabannya selalu sama : Maaf, tadi ada meeting penting.
“Suamimu itu nggak mungkin macam-macam. Dia orangnya pendiam, kok. Dia juga alim,” kata sahabatku yang juga sahabat suamiku, saat aku menumpahkan kekhawatiran akan anjing dalam tubuh suamiku.
Memang benar kata sahabatku itu. Mas Pras memang pendiam. Dia juga pernah merasakan hidup di pesantren. Tapi ... bukankah anjing__tak peduli milik siapapun itu__ jika lapar tetap saja menggonggong dan memangsa sesuatu.
Jika dipikir-pikir lagi, Mas Pras juga selalu memberiku berbagai hadiah saat ia pergi berhari-hari meninggalkan rumah. Kadang suamiku itu memberi berlian, mutiara, emas atau luvitong dan prada keluaran terbaru. Bukankah itu berarti dia selalu mengingatku saat berpergian? Apalagi yang harus aku khawatirkan?
 “Tapi ini sudah minggu ketiga Mas Pras tak pulang ke rumah,” ucapku penuh khawatir.
“Apa kamu sudah menghubunginya?” tanya sahabatku menanggapi curhatanku.
Aku mendesah napas panjang sembari menjawab tanya darinya, “Sudah berkali-kali. Tapi tak pernah dijawabnya. Sekalipun dijawab, itu pun hanya pesan singkat kalau dia sedang meeting penting.”
“Suamimu itu memang pekerja keras. Dia kerja berhari-hari hingga tak pulang-pulang pun juga demi dirimu, kan? Percayalah padanya! Pasti nanti dia akan pulang dengan milyaran uang, persis seperti keinginanmu, ” ucap sahabatku sembari memandangi tangan kanannya yang terselip berlian di jari manisnya.
Sahabatku itu ada benarnya juga. Kalau suamiku di rumah terus, bukankah itu berarti dia nganggur. Kalau dia ngganggur berarti kere. Dan kalau dia kere...berarti tak ada jalan-jalan ke luar negeri, tak ada makan malam ala kerajaan, tak ada pakaian merek ternama dan mobil mewah.
Hih! Membayangkannya saja aku sudah merinding. Aku tak sanggup hidup seperti itu.
“Sudahlah! Jangan bepikir yang tidak-tidak. Suamimu itu orang baik,” Sahabatku menambahkan kalimatnya. Tapi kali ini bukan seperti petuah yang meredam kekhawatiranku, lebih seperti jengah mendengar ceritaku.
Aku percaya suamiku memang orang baik. Tapi anjing tetaplah anjing. Jika lapar, ya tetap saja harus makan. Jika tak ada makanan, maka si pemilik lah yang akan menjadi mangsa.
***
Senja itu, dalam perjalanan pulang dari restoran, sahabat yang biasa mendengar kekhawatiran akan anjing dalam tubuh suamiku itu berada satu mobil denganku.
“Suamimu belum pulang?” aku hanya mengeleng sebagai jawaban atas pertanyaannya.
“Kamu tahu dia meeting dimana dan tidur di mana malam ini”?  lagi-lagi aku hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan sahabatku itu.
“Kamu merindukannya?”
“Sangat,” jawabku singkat
“Apa kamu ingin bertemu dengannya?”
“Aku benar-benar ingin bertemu dengannya. Jujur saja, sebagai wanita yang sudah dewasa aku juga butuh teman saat malam. Ranjangku rasanya terlalu luas untuk kutiduri sendiri. Aku yakin, kau juga merasakan apa yang aku rasakan, kan? Apalagi selama dia pergi, tanpa sepeser pun dia mengisi rekeningku. Aku, kan, juga butuh uang untuk kehidupan.” Ucapku.
“Sebenarnya kamu merindukan suamimu atau uang darinya, sih?
Aku diam tak menjawab pertanyaanya. Lantas dia kembali berkata, “Aku tahu di mana dia?”
“Oh,ya?” aku tersentak mendengar ucapannya.
 “Jika kamu ingin bertemu suamimu, datanglah ke rumahku malam ini!”
Aku tak mengerti apa maksud sahabatku itu. Mungkin, dia sedang ingin bercanda denganku. Atau... Ah, tidak mungkin, kan, suamiku ada di rumahnya dan tidur berhari-hari di sana tanpa mengabariku? Tapi segala kemungkinan bisa terjadi. Apalagi setelah sahabatku itu menceritakan gaya tidur suamiku yang suka memiringkan badan ke kanan sembari mengelus-ngelus rambut sahabatku itu. Iya. Aku tahu persis bagaimana gaya tidur suamiku itu. Biasanya, rambutku lah yang dielus-elusnya tiap kali dia akan tidur.  
***
            Pada sebuah malam berhias purnama, di sebuah rumah dengan taman yang luas, Aku menemukan banyak anjing disana. Lalu ada sepasang kekasih sedang bercinta. Sesaat setelah itu, sang lelaki yang telah menjelma anjing, memberikan sekotak perhiasan bertabur berlian untuk sang wanita.
            Mata sang wanita membentuk merah saga sempurna saat menerima berlian-berlian itu. Juga nafas yang tersengal-sengal penuh kepuasan. Persis seperti anjing yang baru saja menelan mangsanya.
Mataku pun jalang menatap sepasang kekasih itu. Lapar yang menyengat menguasai jiwaku. Aku kalap. Hilang kendali. Wanita mana yang tak tersengat ubun-ubunnya saat melihat lelakinya berbagi cinta dan harta untuk wanita lain. Seharusnya, aku lah yang mendapat sekotak perhiasan bertabur berlian itu. Seharunsya, aku lah yang mendapat kecupan mesra juga pelukan hangat itu.
Tiba-tiba saja, seekor anjing  melompat dari tubuhku dan mencabik-cabik leher mereka. Darah membanjiri seisi ruangan. Aku puas. Aku senang. Dua anjing yang sedang kekeyangan itu kalah melawan anjing yang kalap karena kelaparan.
Aku benar-benar puas dan senang. Semenjak saat itu, aku tak perlu lagi mengkhawatirkan anjing dalam tubuh suamiku. Dan kau tahu apa yang membuatku lebih bahagia? Tentu saja karena aku telah menemukan anjing dalam tubuh wanita. Ternyata anjing dalam tubuh wanita bisa juga mengamuk dan memangsa sesama anjing.
Hahahah.
Baiklah! Rupanya, aku harus mencari lelaki lain yang bisa memberiku kehangatan dan harta yang lebih melimpah agar anjing-anjing dalam tubuhku tak lagi kelaparan.[]


*Cerpen ini menjadi pemenang kedua dalam lomba menulis cerpen nasional oleh IAIN Walisongo Semarang 2014

No comments:

Post a Comment