Kali ini saya ingin sejenak berpetualang ke masa lampau. Menelisik sejarah, membuka lembaran lalu untuk kita pelajari agar tidak jatuh ke lubang yang sama kedua kalinya. Untuk kali ini saya ingin menulusuri jejak kelemahan sistem hukum, tentunya tidak hanya di Indonesia. Bukti lemahnya sistem hukun tidak hanya terjadi di era globalisasi saja. bahkan tidak hanya di Indonesia. Rupanya apa yang terjadi pada masa kini merupakan bentuk pengulangan pada masa lalu. Hanya saja dalam kemasan yang sedikit berbeda.
Contohnya adalah skandal Dreyfus. Wikipedia menuliskan bahwa skandal Dreyfus merupakan skandal republik terburuk di Prancis. Menurut saya skandal dreyfus ini merupakan peristiwa pembunuhan karakter. Tidak hanya Kapten Alfred Dreyfus,
keturunan Yahudi yang lain pun tentunya juga mendapat reputasi buruk pada saat itu . Hal ini mengakibatkan yang
tidak bersalah dan tidak mengetahui apa-apa menjadi ikut terkena getahnya.
Selain itu, peristiwa tersebut
juga menunjukan buruknya system hukum pada masa itu. Kapten
Alfred Dreyfus di hukum tanpa bukti yang diteliti lebih mendalam. Seharusnya bukti-bukti
tersebut tidak diterima secara mentah, tapi diperiksa dulu kesahihannya. Jika pada
masa itu ada pengacara mungkin Kapten Alfred Dreyfus masih bisa memperoleh
keadilan dan bisa menuntut pihak yang menuduhnya atas tuduhan pencemaran nama
baik. Ketidak adilan hukum rupanya tidak hanya terjadi pada masa kini saja.
Sangat disayangkan lagi,
pihak gereja katolik Roma juga turut terlibat dalam skandal Dreyfus tersebut.
Padahal pihak gereja harusnya menjadi contoh umat. Jika demikian, maka tidak adalagi
yang pantas menjadi panutan bagi umat. Walaupun pihak gereja tidak suka dengan bangsa
Yahudi seharusnya tidak dengan cara demikian. Selesaikanlah dengan
cara kekeluargaan. Bukankah tiap agama
selalu mengajari umatnya untuk saling menyayangi
dan bertoleransi?
Banyak sekali pihak-pihak
yang seharusnya menjunjung tinggi kebenaran dan menjadi contoh bagi warganya malah
terlibat dalam skandal Dreyfus tersebut. Contohnya lagi adalah angkatan perang Prancis,
Angkatan perang Prancis tidak mau mengakui bahwa bukti tuduhan terhadap Kapten
Alfred Dreyfus itu dipalsukan. Bukannya ikut menjunjung tinggi nilai kebenaran,
malah bekerjasama untuk menutupi kebenaran.
Menurut berita
yang saya temukan pada situs www.infogue.com,
pada tanggal
20 mei 2013 skandal Dreyfus termasuk pada tujuh kebohongan publik
terbesar dalam sejarah dunia. Publik dibuat percaya bahwa Kapten Alfred
Dreyfus yang bersalah dan baru terungkap setelah sekian tahun lamanya.
Skandal
Dreyfus merupakan kasus yang penuh rekayasa dan menggambarkan betapa kejamnya
dunia politik. Di indonesia sendiri kasus seperti skandal Dreyfus juga pernah
terjadi. Contohnya saja kasus Antasari
yang sempat menghiasi layar kaca. Pada kasus tersebut saya rasa posisi antasari
sama dengan kapten Alfred Dreyfus.
Kasus
Antasari ini penuh kejanggalan dan penuh rekayasa. Hal ini sesuai dengan berita
yang saya temukan pada situs berita online nasional.kompas.com yang dipublish
pada tanggal 7 Maret 2013 lalu. Dalam berita tersebut terdapat kutipan dari
adik kandung Nasrudin Zulkarnaen yang menyatakan bahwa dirinya siap membeberkan
rekayasa pembunuhan kakaknya yang melibatkan Antasari. Bahkan beliau pun menuturkan bahwa Antasari adalah korban dari
penyelewengan hukum.
Pada
tahun 2009 lalu, melalui situs pribadinya seorang yang mengaku Ritna Dwreight
menuliskan bahwa kasus Antasari merupakan bentuk konspirasi antara Kapolri dan
Jaksa Agung yang memanfaatkan kasus penangkapan besan SBY untuk mendekatinya
guna “melenyapkan” Antasari. Seperti yang kita ketahui sendiri saat menjabat
sebagai ketua KPK Antasari berhasil mengungkan kasus korupsi secara
besar-besaran yang termasuk melibatkan besan SBY didalamnya.
Kasus
tersebut bernar-benar mirip Skandal Dreyfus. Dimana kelompok yang membeci
Yahudi berkonspirasi untuk “melenyapkan” kapten Alfred Dreyfus.Tak hanya di
Indonesia saja, di negara-negara lain pun saya yakin pernah terjadi hal serupa
skandal Dreyfus.
No comments:
Post a Comment