Thursday, March 20, 2014

Rindu yang saya temukan dalam buku adik

Seperti ada sesuatu yang memukuli jantung. Begitu rasanya. Persis seperti tahun 2011 lalu. Iya. Saat saya harus terpaksa kuliah di Perikanan (karena inilah saya benci laut) karena tak bisa meyakinkan orang tua saya bahwa bukan jurusan itu yang saya mau.

Seperti itu rasanya, saat saya menemukan tulisan salah satu adik saya (adik saya kembar dan perempuan semua). Tulisan itu tentang kerinduan. Mata saya panas saat membacanya. Juga ada rasa cemburu yang dalam. Persis seperti tahun 2011 lalu. Saat saya cemburu melihat teman-teman saya yang berhasil masuk PTN yang mereka sukai.

tulisan adik saya (palawan adalah nama jalan orang tua kandung mereka tinggal)


Sungguh ini hal yang tak boleh ditiru. Tapi bukankah itu hal yang biasa dalam hal mencintai. Mencintai memang identik dengan ingin memiliki. Lantas bagian mana yang salah jika saya hanya ingin adik adik saya hanya menjadi milik saya dan orang tua saya.


Saya tak ingin adik saya merindukan orang tua yang telah menyia-nyiakannya. Saya hanya ingin mereka menganggap bahwa saya adalah kakaknya dan orang tua saya adalah orang tua mereka. Tidak ada orang tua lain. Saya benar-benar takut jika suatu hari nanti mereka memilih tinggal dengan orang tua kandungnya.

Sungguh ini hal yang tak boleh ditiru. Seharusnya, saya rela jika  kembali ke orang tua kandungnya adalah kebahagiaan bagi mereka. Hubungan darah memang tak bisa dipisahkan. Toh, mereka juga sudah tahu siapa orang tua kandungnya.

Awalnya sulit bagi saya menerima mereka berdua. Saya pernah menyuruh ibu mengembalikan mereka ke orang tua kandungya--saat itu mereka masih berumur dua tahun dan saya merasa asing dengan kehadiran orang baru di rumah. Dengan dalih iba dan tak tega yang menjadi alasan orang tua saya merawat  dan menyekolahkan adik kembar saya itu hingga saat ini, saya pun menerima mereka. 

Perjalanan waktu membuat saya menyayangi mereka. Terlebih lagi melihat ayah saya yang sangat menyayangi mereka. Pernah suatu hari saat hujan deras, ayah mengendarai motor dengan jas hujan hanya untuk membeli tas sekolah karena tas mereka telah robek. Ibu pun pernah berjalan keliling kampung sambil menangis karena mengira adik-adik saya itu hilang--padahal mereka hanya di ajak tetangga berpergian tanpa pamit.

Melihat kasih sayang orang tua saya pada mereka, saya pun tersentuh. Apalagi mengingat saya punya banyak impian. Dan impian saya tak mungkin terwujud hanya dengan tinggal di rumah. Maka saat saya berada di luar rumah saya tak akan khawatir. Orang tua saya tak akan kesepian. Ada si kembar yang menemani mereka.

Tapi mereka sudah tahu orang tua kandungnya. Saya benar-benar takut jika suatu hari nanti mereka kembali ke orang tua kandungnya. Apalagi saya sering mendengar percakapan adik-adik saya itu kalau mereka diam-diam merindukan orang tua kandungnya. Ah, sudahlah. Allah tahu apa yang terbaik. Saya hanya  bisa terus menyakinkan mereka bahwa mereka harus terus bersama orang tua saya. Dan tak boleh ada orang tua lainnya.

Betapa egoisnya,ya. Sungguh jangan ditiru.

1 comment: